Taklim Malam Jum’at 22 Juni 2023: Semarakkanlah Dzulhijjahmu!
Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa masa SMA adalah yang paling indah. Di sini sebenarnya perlu diperjelas, indahnya karena apa?
Apakah indahnya karena hura-hura? Main ke sana ke mari? Atau paling indah karena berkumpul dengan anak-anak sholeh, belajar bersama membaca dan menghafal Al-Qur’an, apalagi di dalam pesantren?
Ternyata, SMA memang sangat indah, paling tidak karena tempatnya dipinjam, hanya untuk penamaan. Lebih tepatnya di Masjid Nurul Tarbiyah, SMA Negeri 03 Bombana. Waktu yang lebih tepat lagi adalah pada malam Jum’at yang lalu (22/06/2023), mulai dari setelah sholat Maghrib.
Sudah rutin diadakan kajian atau taklim yang menghadirkan pemateri Ustadz Aidil Musakar, SH. Beliau ini adalah pimpinan pondok pesantren Al-Wahdah Bombana. Dai lulusan Sekolah Tinggi Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar. Pada kesempatan taklim ini, membawakan materi berjudul “Semarakkanlah Dzulhijjahmu!”
Arti dari Semarak
Mendengar atau membaca kata “semarak”, bisa diartikan sebagai seri atau berseri, bercahaya, ramai, megah dan gilang-gemilang. Namun, bagaimana hubungannya dengan bulan Dzulhijjah 1444 Hijriyah saat ini? Bagaimana cara menyemarakkannya? Apakah dengan pawai keliling? Apakah dengan membuat acara yang penuh gebyar selama semalam suntuk?
Tentunya tidak dong, bulan Dzulhijjah bisa disemarakkan dengan ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apalagi keutamaan di 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Menurut Ustadz Aidil, keutamaan waktu tersebut karena ada ibadah kurban dan adanya hari Arafah di tanggal 9 Dzulhijjah.
Menyemarakkan awal bulan Dzulhijjah bisa dengan memperbanyak puasa. Dari tanggal 1 sampai tanggal 9. Hal ini sesuai dengan kebiasaan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Para sahabat juga mengamalkan. Mereka sangat bersemangat untuk meneladani Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Ada seorang sahabat yang paling gemar meniru beliau. Namanya adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu. Bahkan, saking gemarnya, tatkala Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berhenti di sebuah jalan untuk buang air kecil, Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu juga buang air kecil setelah nabi kita meninggal. Padahal Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu tidak sedang ingin buang air, tetapi karena junjungannya melakukan sesuatu hal, maka ditiru pula.
Tidak hanya sahabat, ada pula tabiin yang bernama Hasan Al-Bashri rahimahullah yang meniru kebiasaan nabi berpuasa dari awal bulan Dzulhijjah. Begitu pula dengan Imam Ibnu Sirin dan Imam Abu Qatadah.
Bagaimana jika tidak sempat berpuasa sejak awal bulan Dzulhijjah? Ustadz Aidil mengatakan, usahakan di tanggal 9 Dzulhijjahnya atau puasa di hari Arafah.
Memperbanyak Takbir
Ucapan takbir adalah bentuk pengagungan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah sudah memberikan kita begitu banyak nikmat, maka kita mensyukurinya, salah satunya dengan banyak bertakbir, termasuk di awal bulan Dzulhijjah ini. Ada yang namanya takbir muthlaq. Takbir ini tidak terbatas waktu.
Menurut riwayat, Abu Hurairah dan Ibnu Umar radhiyallahu anhu aj’main, bertakbir di pasar-pasar. Akhirnya, orang-orang di pasar pun ikut bertakbir. Bagaimana? Apakah kita bisa melakukannya pula? Bisa juga, asalkan takbir tersebut tidak sampai mengganggu orang lain, terlebih di waktu istirahat mereka.
Ada juga nama takbir lain, yaitu: takbir muqayyad. Takbir ini dimulai di tanggal 9 Dzulhijjah setelah sholat Subuh sampai tanggal 13 Dzulhijjah setelah sholat Ashar (khusus yang tidak berhaji).
Sementara bagi yang sedang menunaikan ibadah haji, dimulai dari tanggal 10 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Bagaimana mengamalkannya setelah sholat lima waktu? Apakah setelah sholat berdzikir dahulu, lalu membaca takbir tersebut, ataukah takbir dulu? Ternyata, yang lebih tepat adalah bertakbir terlebih dahulu, baru nanti meneruskan dzikir setelah sholat.
Ibadah Haji dan Umrah
Pada bulan Dzulhijjah memang identik dengan pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Jamaah dari berbagai negara di dunia, mereka berbondong-bondong untuk memenuhi panggilan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ibadah tersebut memang spesial, artinya tidak dilakukan oleh seluruh kaum muslimin. Hanya mereka yang mampu saja yang bisa melakukannya dengan sukses.
Ibadah haji dan umrah memang membutuhkan biaya yang cukup besar. Tidak hanya dari segi biaya, tetapi juga membutuhkan fisik yang prima. Ritualnya yang berturut-turut bisa menguras energi. Akan tetapi, tentu saja pahalanya juga sangat besar. Setara, pengorbanan untuk melakukan ibadah, diganjar dengan balasan yang tidak kecil pula.
Meskipun sudah melakukan ibadah haji dan umrah serta sudah kembali ke tanah air, kembali ke kampungnya sendiri, tetap perlu diperhatikan ibadah dan semuanya setelah pulang. Jangan sampai ketika berhaji dan umrah mengenakan jilbab yang lebar dan menutupi aurat, tetapi ketika sudah kembali ke tanah air, jilbabnya jadi kecil. Bahkan hanya memakai cipok-cipok sehingga lehernya terlihat.
Ustadz Aidil mengatakan bahwa tidak perlu diberikan nama, kalau haji itu adalah haji besar, sedangkan umrah adalah haji kecil, sebab semuanya adalah ibadah.
Taklim ini rutin dari Maghrib sampai Isya. Jadi, jamaah masjid menunggu Isya sambil mengikuti taklim. Jelas ini bisa menarik, karena sambil belajar menuntut ilmu syar’i, menunggu waktu sholat berikutnya, dan Insya Allah dihitung seperti mengerjakan sholat juga.
Waallahu ‘alam bisshawab.