Fenomena Mokel Tanpa Alasan Syar’i, Usaha untuk Mengetuk Pintu Neraka, Padahal Sedang Ditutup Serapat-rapatnya

Fenomena Mokel Tanpa Alasan Syar’i, Usaha untuk Mengetuk Pintu Neraka, Padahal Sedang Ditutup Serapat-rapatnya

Pada bulan suci Ramadan ini, saya menemukan beberapa laki-laki yang mokel. Fenomena mokel ini memang munculnya di bulan Ramadan, seperti apa sih?

Saya pernah menyaksikan ada seorang laki-laki yang terang-terangan makan dan minum es teler dari salah satu penjual di Bombana ini. Laki-laki itu dengan santainya, dengan enaknya, tanpa merasa bersalah sama sekali, memakan sesuatu yang seharusnya nanti ketika sudah berbuka puasa.

Beberapa perempuan, mungkin temannya, tertawa-tawa saja melihatnya. Sedangkan saya, menyindir dengan mengatakan, “Oh, dia lagi haid, ya?”

Haid hanya untuk kaum perempuan dan itu menjadi alasan untuk tidak berpuasa. Namun, jika laki-laki haid jelas tidak mungkin, tetapi saya sangkutkan saja dengan tamu bulanan itu.

Satu lagi, saya menyaksikan seorang teman yang merokok di siang hari bulan suci Ramadan. Tanpa ada alasan, dia tidak tampak sakit, dia juga tidak menjadi musafir, tetapi merokok dengan santainya di dalam ruangan.

Kalau untuk yang perokok berat, memang sangat sulit menahan diri dari benda sepanjang sembilan sentimeter itu. Apalagi harus menahan dari Subuh hingga Maghrib. Sudah kecanduan sejak begitu lama, disuruh untuk menahan diri dari asap, ya, bergetar juga badannya.

Tidak Menyadari Sesuatu

fenomena-mokel-1

Fenomena mokel di jaman now menjadi makin populer karena memang diviralkan atau dipopulerkan oleh para konten kreator. Ya, mereka berburu like, komen, share, dan subscribe hingga melakukan tindakan semacam itu.

Saya teringat dengan perkataan K.H. Zainuddin MZ. Agar bisa menjadi terkenal di seluruh dunia, maka kencingilah sumur air zamzam. Ini menjadi perumpamaan, bahwa untuk menjadi terkenal memang harus melakukan sesuatu yang aneh-aneh. Sesuatu yang tidak masuk akal. Sesuatu yang orang lain tidak mau lakukan. Sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya alias tidak masuk akal itu tadi.

Ketika banyak yang mempopulerkan fenomena mokel dengan membuat konten makan dan minum serta merokok di siang hari atau sore hari saat bulan puasa, maka ada sesuatu yang tidak dia sadari. Bahwa, agama Islam ini memang tidak untuk dimain-mainkan. Ibadah yang sangat agung dan mulia dikotori dengan praktek-praktek yang hanya mengharapkan perhatian manusia.

Itupun bukan perhatian yang baik, yang ada justru cemoohan, hinaan, sindiran, mungkin pula ditambah kata-kata kasar dari para warganet. Apalagi mereka yang menjunjung tinggi makna dan hakikat puasa sebagai ibadah yang luar biasa besar pahalanya, maka akan mendaratkan komentar yang mencela para pelaku mokel tersebut.

Meskipun bentuknya hinaan, cemoohan, bahkan sampai caci maki, tetapi si pelaku mokel akan woles saja. Mereka akan cuek bebek saja, karena memang itu yang mereka inginkan. Mereka ingin terkenal, ingin dibicarakan orang, ingin menjadi buah bibir, walaupun dengan cara yang melanggar syariat itu tadi.

Dalil tentang kewajiban berpuasa pasti kita sudah hafal karena sering didengarkan dari para penceramah tarawih, yaitu: ayat 183, 184, 185, dan 187 Surah Al-Baqarah. Salah satu dari ayat-auat tersebut adalah:

 اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ۝١٨٤

Artinya: “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan orang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Seorang ulama bernama Imam Al-Maraghi rahimahullah dalam tafsirnya mengungkapkan, hari tertentu itu adalah hari-hari bulan Ramadhan. Allah jelas tidak membuat perkara wajib bagi manusia untuk berpuasa sepanjang waktu. Ini tentu saja menjadi bukti bahwa agama Islam ini memang agama yang penuh dengan rahmat.

Dalil-dalil yang Melarang Fenomena Mokel

fenomena-mokel-2

Kalau tren misalnya mengaji Al-Qur’an selama bulan suci Ramadan, atau sedekah brutal dalam arti sedekah dengan nominal yang besar, maka itu termasuk hal yang positif. Namun, jika trennya malah mokel, alias membatalkan puasa sebelum waktunya, maka ini hal yang sangat mencemaskan, apalagi di kalangan anak muda, yang biasanya memang mereka suka ikut-ikutan.

Mokel memang dilarang dalam agama kita. Dalil-dalilnya sebagai berikut:

Abu Hurairah radhiyalalhu anhu secara marfu’:

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ وَلاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَأَنْ صَامَهُ

“…Barangsiapa membatalkan puasa satu hari dari bulan Ramadhan tanpa alasan dan juga bukan karena sakit, maka dia tidak dapat menggantinya dengan puasa dahr (terus-menerus) meskipun dia melakukannya….” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari tanpa sanad. Shahiih al-Bukhari dengan syarah-nya Fathul Baari (IV/161).

Dan juga hadits yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, dia berkata:

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ لَمْ يُجِزْهُ صِيَامُ الدَّهْرِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ، فَإِنْ شَاءَ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ.

“Barangsiapa tidak berpuasa satu hari di bulan Ramadhan tanpa alasan, maka tidak dibolehkan baginya mengerjakan puasa dahr sehingga dia menemui Allah. Jika Allah berkehendak, Dia akan memberikan ampunan kepadanya dan jika Allah berkehendak, Dia akan mengadzabnya.” Fat-hul Baari (IV/161).

Juga hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu anhu, dia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

بَيْنَمَا أَنَا نَائِمٌ أَتَانِي رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعِي -عَضَدِيْ- فَأَتَيَا بِي جَبَلاً وَعِرًا فَقَالاَ: اِصْعَدْ، فَقُلْتُ: إِنِّي لاَ أُطِيْقُ، فَقَالاَ: سَنُسَهِّلُهُ لَكَ. فَصَعَدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي سَوَادِ الْجَبَلِ إِذَا بِأَصْوَاتٍ شَدِيْدَةٍ فَقَالاَ: مَا هَذِهِ اْلأَصْوَاتُ؟ قَالُوْا: هَذَا عَوَاءُ أَهْلِ النَّارِ، ثُمَّ انْطَلَقَا بِي فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مَعَلَّقِيْنَ بِعَرَاقِيْبِهِمْ مَشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيْلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا، قُلْتُ: مَنْ هَؤُلاَءِ؟ قَالَ: اَلَّذِيْنَ يُفْطِرُوْنَ قَبْلَ تَحِلَّةَ صَوْمِهِمْ -أَيْ قَبْلَ وَقْتِ اْلإِفْطَارِ

“Ketika tengah tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal seraya berkata: ‘Naiklah.’ Lalu kukata-kan: ‘Sesungguhnya aku tidak sanggup melakukannya.’ Selanjutnya, keduanya berkata: ‘Kami akan memudahkan untukmu.’ Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung tiba-tiba ada suara yang keras sekali, maka kutanyakan: ‘Suara apa itu?’ Mereka menjawab: ‘Itu adalah jeritan para penghuni Neraka.’ Kemudian dia membawaku berjalan dan ternyata aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tu-mit mereka, mulut mereka robek, dan robekan itu menga-lirkan darah.’ Aku berkata, ‘Siapakah mereka itu?’ Dia menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang yang berbuka sebelum waktu berbuka…“ Diriwayatkan oleh an-Nasa-i dalam kitab, al-Kubraa, sebagaimana yang ter-dapat dalam kitab Tuhfatul Asyraaf (IV/166), Ibnu Hibban dalam Mawaariduzh Zham-aan ilaa Zawaa-idi Ibni Hibban (no. 1800) dan al-Hakim (I/430), sanadnya shahih. Lihat Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib (no. 995, I/420).

Nah, ancamannya memang berat dan luar biasa mengerikan, lho! Ya, memang sih, sekarang belum terasa, tetapi jangan sampai, hal itu benar-benar terjadi nantinya jika pelakunya masih terus melakukan mokel dan tidak bertaubat daripadanya.

Jangan Sampai Menyepelekan Bulan Suci Ramadan

fenomena-mokel-3

Hari ini sudah masuk ke puasa ke-25, sebentar lagi, bulan suci Ramadan benar-benar akan meninggalkan kita. Ibnul Jauzi rahimahullah, seorang ulama besar, pernah mengatakan dalam kitab At-Tabshirah 2/93 bahwa ada dua hal yang seharusnya membuat kita semangat beribadah dan beramal di akhir Ramadan melebihi di awal Ramadan karena dua alasan.

Pertama, karena kemuliaan sepuluh hari terakhir di bulan suci Ramadan, di dalamnya ada malam Lailatul Qadr di malam ganjil. Kedua, karena kita akan berpisah dengan bulan suci Ramadan. Dan, untuk alasan yang kedua ini, tambahannya adalah kita tidak bisa menjamin apakah akan bertemu dengan bulan suci Ramadan di tahun depan atau tidak? Siapa yang bisa menjamin? Yakin sudah pasti bertemu bulan Ramadan tahun depan?

Bulan suci Ramadan adalah kesempatan untuk mendapatkan surga karena pintu surga terbuka selebar-lebarnya dan neraka ditutup serapat-rapatnya. Kalau ikut fenomena mokel, kira-kira masuk yang mana? Lebih condong ke arah pintu surga atau pintu neraka? Kalau larangan Allah yang dilakukan, pasti ujungnya adalah pintu neraka. Sementara sekarang sedang ditutup, kok terus diketuk, ya? Hii, naudzubillah min dzalik.

Sumber:

https://almanhaj.or.id/15230-hukum-orang-yang-membatalkan-puasa-dengan-sengaja.html

https://www.erakini.id/hikmah/era-raXH8/larangan-mokel-saat-puasa-ramadan-dalam-al-quran–yuk-disimak-

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2025 wahdahbombana.or.id