THR sering diidentikkan dengan Tunjangan Hari Raya. Sebuah pemberian dari negara atau pihak pimpinan jika swasta, ketika momen hari raya, seperti Idul Fitri.
Uang THR ini memang banyak dinanti-nantikan oleh para pekerja. Ya, bagaimana tidak dinantikan, kalau uang, tentu saja sebagian besar akan mau. THR akan dipakai untuk kebutuhan yang berkaitan dengan hari raya. Misalnya: membeli baju baru untuk diri sendiri maupun keluarga. Bisa pula untuk disedekahkan kepada kedua orang tua maupun mertua.
Lain orangnya, lain pula THR-nya. Ini bisa disesuaikan dengan pangkat, golongan, masa kerja, bagian, subbagian, maupun kriteria lainnya dalam sebuah tempat kerja. Jadi, tentu saja tidak perlu iri dengan orang yang menerima THR lebih tinggi dalam satu tempat kerja. Sebabnya, pengalaman jelas berbeda, jenjang karir yang pernah dilewati juga tidak sama.
Terasa di Balik Kesedihan
Pada Ahad (23/3/2025) yang lalu, Dewan Pengurus Daerah (DPD) Wahdah Islamiyah (WI) Bombana kehilangan salah satu figur penting dan tokoh panutan. Beliau adalah Bapak Muhammad Aras Tarika. Dalam struktur DPD WI Bombana, beliau adalah Dewan Penasihat. Selain itu, beliau adalah pihak yang mewakafkan tanah dan sekarang berdiri tegak Masjid An-Nur, kompleks Pesantren Al-Wahdah Bombana putri, di atasnya. Berbagai ucapan belangsungkawa dan doa dicantumkan sebagai berikut:
Ketika beliau meninggal dunia, para ikhwan DPD WI Bombana sedang melaksanakan ibadah itikaf di Masjid An-Nur. Sesuai arahan dari Ketua DPD WI Bombana, Ustaz Akbar Jabba, yang sedang umrah Ramadan, para ikhwan diminta untuk melayat di rumah duka Pak Aras Tarika di Kelurahan Doule. Tepatnya di Hotel Zamzam milik beliau.
Dari sejak sekitar pukul 21.00 WITA, mereka sudah berkumpul di sana bersama para pelayat lainnya. Jenazah sudah diurus oleh Dewan Pengurus Cabang (DPC) WI Belawa dan DPD Wajo, Sulawesi Selatan. Menurut sumber yang ada, Pak Aras memang pulang kampung di Kabupaten Wajo.
Melalui jalur laut dan darat, jenazah dibawa menggunakan kapal fery dari Siwa ke Tobako, Kolaka Utara. Selanjutnya meluncur menuju Kabupaten Bombana, menuju rumah duka.
Menanti dan menunggu hingga pukul 22.44 WITA, jenazah tiba. Ketika tiba tersebut, pecah tangis keluarga. Ahmad Yani, Wakil Bupati Bombana, turut hadir melayat. Beberapa pejabat daerah juga tampak hadir.
Keranda jenazah sudah siap, pembawa jenazah juga sudah siap. Jenazah dibawa ke Masjid Baburrahman di Kelurahan Doule. Berjarak cukup dekat dengan kediaman Pak Aras. Jenazah disholatkan dengan imam adalah Ustaz Arfani, imam Masjid Raya Nurul Iman, Kasipute.
Tempat selanjutnya yang dituju adalah pekuburan yang berada di Kelurahan Kasipute. Mobil jenazah dan rombongan pelayat menuju ke sana. Mereka mengantar hingga benar-benar dikuburkan, sekitar pukul sebelas malam lebih.
Dan, yang terakhir sebagai tanda bahwa beliau sudah berada di alam lain, menanti doa dari kaum muslimin, yaitu:
THR yang Membuat Sedih
THR yang berupa uang, bisa digunakan untuk membeli baju baru, gamis, sarung, maupun sandal atau sepatu, maka ada pula THR yang membuat sedih, bahkan sangat sedih. Sebelum mengetahui kepanjangan dari THR yang membuat sedih itu, kita pasti tahu bahwa di dunia ini, setiap pertemuan, pasti ada perpisahan.
Entah itu pertemuan dalam waktu yang singkat atau lama, perpisahan dalam waktu singkat maupun lama, niscaya dua hal itu pasti ada dalam kehidupan manusia. Saat ini, bulan Ramadan masih berada dalam rengkuhan waktu kita, terutama ketika saya menulis ini. Namun, sudah di tanggal 30 Ramadan 1446 Hijriyah. Sebentar lagi, nanti Maghrib, Ramadan benar-benar akan berganti menjadi bulan Syawal.
Memang, selalu saja ada yang mengatakan, kok cepat, ya? Sepertinya baru kemarin kita memasuki bulan suci Ramadan, saling mengucapkan selamat atas kedatangan bulan yang mulia tersebut.
Kita pun sholat tarawih berjamaah di masjid, berbuka puasa bersama, bahkan ada yang sahur bersama. Jalan-jalan ramai menjelang buka puasa, pertanda banyak orang yang mencari takjil atau menu makanan buka puasa. Makanan yang disajikan memang hampir semuanya lezat dan menggiurkan.
Ah, ketika kita puasa, inginnya makan semuanya. Namun, saat berbuka puasa, rupanya, hanya dengan beberapa potong kurma dan segelas air putih, Masya Allah, rasanya sudah kenyang. Seperti itulah perumpamaan dunia, lama menunggu dalam lapar dan dahaga selama 14 jam, bisa hilang keduanya hanya dalam beberapa menit.
Nilai-nilai puasa Ramadan yang luar biasa sudah kita dapatkan. Lihat dan rasakan, terasa lebih mudah beribadah di bulan yang mulia ini. Kalau di bulan-bulan sebelumnya, mungkin kita merasa berat dan terbebani sekali jika akan sholat malam. Namun, di bulan ini, sholat malam berupa tarawih bisa dilakukan setelah Isya. Kita pun bangun di sepertiga malam atau menjelang Subuh demi menyantap hidangan sahur.
Bagi yang perokok, eh, ternyata bisa, lho, menahan diri untuk tidak merokok dari Subuh sampai Maghrib. Ditahan sampai 14 jam, rupanya mulut bisa tanpa asap rokok. Jika seperti itu keadaannya, maka bisa dong mulai berhenti perlahan-lahan.
Mulai menyayangi diri sendiri dengan meninggalkan rokok. Mulai juga menyayangi istri dan anak-anak dengan menghindarkan mereka dari racun nikotin dan racun-racun lainnya dari sebatang rokok.
Lapar dan dahaga memang sangat tidak enak, sangat tidak menyenangkan. Apalagi jika cuaca sedang panas-panasnya, rasanya menikmati segelas es teh atau minuman manis, wuih, sungguh segarnya luar biasa. Namun, itu harus ditahan sampai saatnya tiba, sampai nanti berbuka puasa.
Kedua hal yang tidak mengenakkan badan itu bisa kita lenyapkan saat berbuka puasa. Namun, bagaimana dengan saudara-saudara kita di Palestina sana? Belum tentu mereka mendapatkan makanan berbuka puasa. Kalaupun dapat, belum tentu mereka bisa sahur, karena mungkin saja pada tengah malam, mereka sekeluarga sudah dibom oleh Israel.
Kita memang sangat layak untuk bersyukur, tinggal dan hidup di negara damai seperti di Indonesia ini. Pada akhirnya, perjalanan waktu yang terus melaju di bulan suci Ramadan, sampailah pada sepuluh hari terakhir. Dan, untuk tahun ini, benar-benar sepuluh hari, genap puasa selama 30 hari. Para ikhwan DPD WI Bombana melaksanakan ibadah itikaf di Masjid An-Nur, yang masih berada di kompleks Pesantren Al-Wahdah Bombana putri, seperti yang disebutkan di atas.
Mereka bermalam di masjid ini, membawa peralatan dan perlengkapan tidur masing-masing. Bahkan, tidak hanya orang tua, tetapi juga anak-anak diajak untuk beritikaf.
Sudah cukup istirahat malam, para peserta dibangunkan sekitar pukul 02.00 WITA. Secara normal dan alamiah, memang masih mengantuk. Memang, jam tidur yang didapatkan tidak sampai delapan jam setiap malam. Akan tetapi, oleh karena ini bulan suci Ramadan, mereka bersemangat untuk bangun juga.
Itikaf 10 hari terakhir bulan suci Ramadan di Masjid An-Nur, biasanya dimulai setelah sholat Isya dan sholat sunnah ba’diyahnya. Tidak ada sholat tarawih setelah sholat Isya secara langsung seperti masjid-masjid lain, tetapi nanti sekitar jam setengah tiga pagi. Jadi, para peserta itikaf mengisi ibadahnya dengan membaca Al-Qur’an, berdzikir, maupun berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca memang cukup panjang pada sholat malam ini, membuat kaki-kaki jamaah menjadi cukup pegal berdiri. Namun, justru di situlah kenikmatannya. Justru di situlah hal yang akan dirindukan nanti setelah bulan suci Ramadan.
Tidak kalah nikmatnya adalah makan sahur bersama. Biasanya, sahur dimulai jam setengah empat dini hari. Makanan dan minuman sudah disediakan oleh panitia konsumsi.
Sampailah kita pada kepanjangan THR yang membuat sedih itu. THR ini punya kepanjangan: Telah Habis Ramadan. Ya, itu adalah kepanjangan THR yang benar-benar membuat sedih orang yang beriman.
Bagaimana tidak sedih, Ramadan tahun depan dipastikan Insya Allah akan datang. Nah, yang belum bisa dipastikan, apakah diri kita masih ada di dalamnya? Masih ada diri kita yang ikut menikmati dan menjalankan ibadah di bulan suci Ramadan tahun 1447 Hijriyah, dan seterusnya?
Sedangkan untuk Ramadan tahun ini, kita sudah berharap dari Ramadan tahun sebelumnya. Namun, rupanya, masih saja ada kekurangan ibadah di sana-sini. Mungkin kita lalai dalam menggunakan waktu. Membaca Al-Qur’an memang sudah banyak, tetapi ternyata lebih banyak lagi main medsos, main HP.
Sedekah mungkin kita sudah banyak, tetapi apakah yakin itu semua diterima oleh Allah? Mengaji kita mungkin sudah berkali-kali khatam, tetapi apakah itu ikhlas semata-mata karena Allah? Jangan-jangan karena suara kita ingin didengar saja oleh orang lain? Jangan-jangan kita khatam berkali-kali tersebut untuk bisa mengatakan dengan bangga di depan orang lain, sudah khatam sekian kali, lho! Nah!
Tidak ada yang tahu, amalan kita diterima Allah apa tidak? Makanya, masih harus sering memperbanyak istiqfar kepada Allah. Kalau ibadah sudah kita lakukan ditambah dengan istiqfar, mudah-mudahan Allah menutupi dan memperbaiki yang kurang dan yang masih salah.
THR atau Telah Habis Ramadan sudah benar-benar harus kita terima, mau atau tidak mau. Ramadan 1446 Hijriyah betul-betul akan kita tinggalkan. Kita tidak bisa menghentikan waktu, meskipun cuma sekejap. Waktu akan berjalan terus, setelah Ramadan adalah Syawal, dan bulan-bulan selanjutnya hingga Ramadan kembali.
Meskipun belum tentu diterima oleh Allah, tetap berprasangka baik harus terus muncul di dalam hati. Allah Maha Baik, semestinya tetap kita berprasangka baik kepada-Nya.
Nikmat Ramadan yang kita rasakan tahun ini adalah harapan dari orang-orang yang telah meninggal sebelum kita. Dan, kita pun akan begitu nantinya, sebelum hal itu terjadi, mari saling merasa ibadah kita yang paling kurang dibandingkan orang lain. Mari saling merasa, ibadah orang lain jauh lebih baik daripada kita. Mudah-mudahan dengan demikian, kita tidak merasa berbangga dengan ibadah-ibadah yang sudah kita lakukan.
Sambil berdoa, menitikkan air mata, mengeluh kepada-Nya, “Ya Allah, kami tak pernah sempurna dalam beribadah kepada-Mu. Hanya Engkaulah Dzat yang Maha Sempurna, kami tetap bermohon kepada-Mu, terimalah dan sempurnakanlah amal-amal kami. Aamiin ya rabbal alamin.”