Tepat pada jam 18.12 kemarin, Sabtu (1/1/2025), sesuai dengan jadwal salat dari Dewan Syariah Wahdah Islamiyah, sudah masuk waktu Maghrib untuk wilayah Bombana. Suatu kesyukuran yang luar biasa, bisa buka puasa pertama di bulan suci Ramadan 1446 Hijriyah.
Alhamdulillah, bersyukur karena bisa menjalani ibadah puasa selama satu hari. Menahan lapar, haus, dan nafsu syahwat bagi pasangan suami istri, sejak Subuh hingga Maghrib. Suatu perjuangan yang sebenarnya tidak mudah. Namun, berbekal keimanan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka hal itu dapat dilakukan. Sekali lagi, Alhamdulillah.
Momen Kebahagiaan
Waktu berbuka puasa memang menjadi momen yang menyenangkan bagi siapapun. Tidak hanya yang berpuasa, yang tidak berpuasa seperti anak-anak kecil pun, mereka senang dengan yang namanya buka puasa. Apalagi gratis. Apalagi makanan dan minuman yang dihidangkan termasuk enak dan jarang mereka lihat atau rasakan.
Mungkin berbuka puasa di masjid-masjid. Mendapatkan sajian dan suguhan menu berbuka puasa dari donatur maupun masyarakat sekitar masjid. Sajian es dingin yang segar. Ya, namanya es pastilah dingin, tidak ada es panas bukan?
Mungkin seharian merasakan haus karena panas. Meskipun, cuaca kemarin sedang tidak begitu terik, namun rasa nyess di kerongkongan menjadi hal yang sangat diharapkan setelah seharian berkutat dengan haus.
Selain minuman manis dan segar, makanan manis pun jadi incaran. Aneka kue terhidang, meskipun kandungan gulanya terbilang cukup tinggi. Bagaimana dengan gula darah di tubuh? Biasanya, kalau ditanya begitu, jawabannya, itu urusan nanti.
Kata kerabat saya, biarlah tubuh yang mengaturnya. Ya, itu kalau bisa diatur, beda halnya dengan tubuh yang sudah tidak terlalu bisa mengatur. Maka, yang ada adalah penyakit dan tentu saja harus dicarikan obatnya.
Baca Juga: Tabligh Akbar Menyambut Ramadhan Bersama Ustadz Saiful Yusuf, Perdana di Poleang
Buka puasa menjadi semakin bahagia jika menjalaninya bersama pasangan tercinta. Mungkin yang baru menikah, ada kebahagiaan yang sangat berbahagia. Lho, kebahagiaan yang sangat berbahagia? Memang, karena tahun-tahun sebelumnya, buka puasa sendiri, sahur pun sendiri. Nasib jomblo. Makan dan minum sendirian saat Ramadan menjadi momen yang menguras hati. Ingin bersama pasangan, tetapi belum punya alias belum laku, ups!
Kini, pasangan itu ada di depan mata. Menyantap makanan manis, minuman manis, menatap istri yang juga manis, jadi semakin manis hidup ini, ceilah. Mungkin saja rasa makanan atau minuman ada yang kurang disukai, tetapi menatap wajah istri tercinta, rasa kurang disukai itu menjadi nyaman-nyaman saja di lidah.
Bisa juga dengan candaan atau romantisme, seperti yang termuat dalam novel Ayat-ayat Cinta 1. Ketika Fahri merasakan susunya kurang enak, dia meminta istrinya, Aisyah, untuk menjilati susunya. Lalu, Fahri berseloroh bahwa susunya kini lebih enak dan manis karena lidah istrinya itu. Hem, mungkin ini terlihat gombal, tetapi trik-trik seperti itu bisa membuat hubungan suami istri jadi makin romantis.
Atau bisa juga dengan saling menyuapkan. Tentunya, suapan yang sewajarnya. Suapan yang sesuai takarannya. Jangan pakai sendok nasi, terus disuapkan ke pasangan. Itu namanya jelas mengajak ribut.
Menyuapkan, meskipun pasangan mampu sendiri, tetapi itu menjadi tanda keromantisan. Dan, itu menjadi kenangan yang manis, kenangan yang indah, jika nanti pasangan suami istri tersebut sudah tua. Mengenang masa-masa manis dan indah, membuat rumah tangga makin terasa tambah langgeng lagi.
Momen Kesedihan
Dunia ini memang terbagi dua, kalau bukan senang, ya, sedih. Tidak mungkin akan senang terus, karena itu tempatnya di surga. Tidak akan mungkin sedih terus, karena itu tempatnya di neraka. Allah menggilirkan senang dan sedih di dunia ini agar hamba-hamba-Nya senantiasa bersyukur dan bersabar.
Melalui satu hari di bulan Ramadan dengan buka puasa kemarin itu, sebenarnya menjadi satu kesedihan tersendiri. Bulan suci Ramadan sudah berkurang satu hari. Tidak tahu tahun ini Ramadan 29 atau 30 hari. Kalau 29 hari, berarti tinggal 28 hari. Jika 30 hari, berarti tinggal 29 hari. Benar hitung-hitungannya, ya? Coba dicek di kalkulator.
Satu hari telah terlewati dan seperti tahun-tahun sebelumnya, hari-hari akan terasa makin cepat. Tahu-tahu, kita sudah berada satu pekan di bulan suci Ramadan. Tahu-tahu sudah dua pekan. Dan, tahu-tahu sudah memasuki sepuluh hari terakhir. “Tahu-tahu” itu sebagai tanda bahwa hari-hari kemarin sudah berlalu, apalagi di bulan suci Ramadan, bulan yang sangat mulia, bulan yang penuh dengan keberkahan dan pahala yang sangat banyak.
Menjadi makin sedih karena tahun depan, tidak tahu bisa bertemu dengan bulan suci Ramadan ataukah tidak. Apakah umur kita nanti berakhir dua bulan, tiga bulan, atau enam bulan setelah Ramadan, atau bahkan sebentar lagi bulan Ramadan lagi, kita benar-benar tidak tahu. Kita tidak bisa bertanya ke orang lain, bertanya ke pemerintah, atau malah bertanya ke AI yang ada di Whatsapp itu. Tidak ada yang bisa memberikan jawaban yang lengkap dan detail.
Seperti yang diungkapkan para penceramah, Ramadan tahun depan pasti datang lagi. Akan tetapi, apakah masih bersama kita atau tidak, itu yang tidak dijawab.
Baca Juga: Tabligh Akbar Ramadan 1446 Hijriyah Ustaz Zaitun dan Ustaz Yusran: Ramadan Bersama Berbagi Bahagia
Sedih bisa juga terasa karena kalau kita menelusuri ke dalam hati kecil kita, selalu saja amal ibadah kita ada yang kurang. Berusaha untuk salat sekhusyuk mungkin, tetapi tetap tidak bisa dari awal sampai akhir. Saat mau khusyuk, tiba-tiba teringat pisang ijo. Tiba-tiba teringat mantan yang tadi ketemu di jalan. Tiba-tiba teringat cicilan rumah belum dibayar. Khusyuk mungkin didapat cuma beberapa menit. Sisanya, pikiran ke mana-mana. Badan di masjid, pikiran jauh di luar masjid.
Memang, Insya Allah masih ada waktu untuk memperbaiki yang lalu. Insya Allah, kita masih diberikan umur oleh Allah. Berprasangka baik selalu kepada Allah bahwa di sisa umur kita ini, masih ada yang bisa dimanfaatkan untuk kebaikan. Kita memang masih pantas bergembira karena masih berada di bulan suci Ramadan. Betapa banyak saudara kita yang merasa akan bertemu dengan bulan Ramadan tahun ini, tetapi malah ketemu Malaikat Munkar dan Nakir.
Dua Hal
Momen bahagia dan sedih akan selalu ada dalam hidup ini, tidak hanya ketika bulan suci Ramadan. Ketika bahagia, bersyukur, ketika rambut merasa gondrong, bercukur. Saat merasa sedih, bersabar, apalagi jika memiliki pasangan yang mungkin cukup menyebalkan. Tidak apa-apa dianggap menyebalkan, toh masih ada sisi lainnya yang bisa digali, maksudnya menyebalkan di sisi lainnya.
Selamat menjalankan ibadah puasa dengan penuh rasa gembira. Banyak keutamaan, ibadah, pahala, rida, ampunan, dan peluang besar masuk surga Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sedih jika semua itu tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Apalagi umur terus berkurang. Saat ada seorang muslimah yang sedang live, ditanya umur oleh seorang penontonnya, maka jawaban si muslimah itu tidak menyebutkan angka umurnya, bahkan dia hanya menjawab, “Umur tidak ada yang tahu.”
Alhasil, si penonton yang bertanya itu jadi seperti pantun:
Ubur-ubur ikan lele,
sudah tanya tentang umur, eh, malah kecele.
Baca Juga: Kisah Nyata Seorang Makmum Menyuruh Imam Mundur Ketika Sholat Berjamaah