Ramadan Telah Pergi, Apakah Kebiasaan Baik Ikut Pergi Juga?

Ramadan Telah Pergi, Apakah Kebiasaan Baik Ikut Pergi Juga?

Selamat Hari Raya Idul Fitri, taqabbalallahu minna wa minkum. Mohon maaf lahir dan batin. Itulah tiga kalimat yang sering diucapkan kaum muslimin dalam momen hari raya kali ini. Namun, masih ada yang perlu direnungkan kembali.

Hari Raya Idul Fitri memang identik dengan simbol kemenangan dan kebahagiaan. Bagaimana tidak, selama sebulan penuh, kaum muslimin menahan lapar, dahaga, dan nafsu syahwat di pagi, siang, hingga sore hari, sampai petang alias terbenamnya matahari.

Hal itu tentu saja membutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Ada begitu banyak godaan untuk membatalkan puasa atau tidak usah puasa saja. Setan-setan memang dibelenggu, tetapi hawa nafsu ‘kan tidak. Jika selama sebelas bulan, setan-setan sudah berusaha membuat kita lengah, maka ketika Ramadan bisa jadi masih ada bekas godaannya.

Mungkin ketika puasa, kita pernah berada di situasi sendirian di dalam kamar atau di dalam rumah. Tidak ada, lho, orang lain yang melihat kita. Kesempatan bagi kita untuk makan dan minum, serta merokok bagi yang punya kebiasaan buruk itu. Namun, hal itu tidak kita lakukan. Kita masih punya iman. Kita masih merasa Allah melihat. Jadi, tidak berani membatalkan puasa.

Makanya, puasa itu memang ibadah yang khusus untuk Allah. Puasa sangat jauh terhindar dari riya’, karena memang tidak terlihat orang yang berpuasa dan yang tidak berpuasa. Puasa bisa terhindar dari riya’, kecuali kita sendiri yang mengatakan bahwa kita puasa ke orang lain. Nah, itu bisa memancing riya’, terlebih jika puasa sunnah nanti. Orang lain tidak puasa, kita yang berpuasa sendirian. Selain riya’, yang dikhawatirkan juga ujub sendiri.

Melatih Kebiasaan Baik

kebiasaan-baik-1

Puasa Ramadan memang membuat kita punya kebiasaan baru, atau lebih menguatkan kebiasaan kita sebelumnya. Jika sebelumnya kita sudah rajin puasa sunnah, maka di bulan Ramadan, kebiasaan itu diperkuat lagi. Puasa sunnah paling maksimal ‘kan puasa Daud, sehari puasa, sehari tidak. Saat bulan Ramadan, berpuasa sebulan penuh.

Bagi yang punya kebiasaan sholat malam, di bulan Ramadan, lebih dipermudah lagi, karena sholat malamnya bisa dimajukan bersama kaum muslimin lainnya setelah sholat Isya. Nanti tengah malam atau bangun di waktu sahur, bisa ditambah sholat malam lagi. Terserah jumlahnya, asal jangan sholat Witir lagi kalau sudah sholat Witir sebelumnya di awal malam.

Selain kebiasaan dalam hal sholat, puasa juga makin menguatkan kebiasaan kita untuk bersedekah. Saat bulan suci Ramadan, rasanya enteng saja kita bersedekah. Rasanya, mudah saja mengeluarkan uang belasan atau puluhan ribu, atau bahkan ratusan ribu ke kantong-kantong sedekah.

Saat ada yang meminta donasi ifthar, kita juga dengan tanpa pikir panjang, mengeluarkan uang untuk itu. Apalagi ditambah adanya THR, makin membuat semangat bersedekah kita makin menggelora.

Kebiasaan Baik yang Mulai Luntur

kebiasaan-baik-2

Bulan suci Ramadan yang sangat mulia sudah berganti menjadi bulan Syawal tepatnya hari ini. Kewajiban puasa juga sudah lewat. Kita sudah berusaha beribadah di bulan tersebut dan tentu saja berharap pahala yang tinggi dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Akan tetapi, kebiasaan baik yang sudah rutin dijalankan di bulan suci Ramadan, bisa hilang tiba-tiba. Bisa lenyap seketika. Dan, ini bisa membuktikan aslinya diri kita selama ini.

Contohnya adalah sholat berjamaah di masjid. Saat di awal Ramadan, pertengahan, hingga akhir Ramadan, masih ada cukup banyak yang melaksanakan sholat berjamaah, terutama sholat Isya. Mereka berjamaah Isya, untuk selanjutnya menyambung dengan sholat Tarawih dan Witir.

Namun, kini, kita bisa melihat di masjid-masjid kita. Yang ada adalah para pemain inti. Pemain cadangan atau bahkan pemain pengganti cadangan sudah tidak lagi muncul di rumah Allah tersebut. Entah mereka di mana sekarang. Yang lalu, mereka berpakaian muslim, alangkah tampak sholeh dan sholihahnya, sekarang sudah tidak pernah menampakkan batang hidungnya di masjid.

Ini adalah kenyataan yang miris. Masjid terus dibangun, diperluas, diperbesar, tetapi jamaahnya itu-itu saja. Bangunan masjid baru tampak terisi penuh ketika sholat Jum’at atau sholat Idul Fitri maupun Idul Adha. Namun, itu ‘kan momen yang tidak setiap hari. Itu adalah momen yang frekuensinya tertentu. Sementara sholat lima waktu adalah sholat yang rutin dilakukan lima kali dalam satu hari.

Fenomena miris ini memang menghinggapi kaum muslimin. Ramadan adalah bulan puncaknya beramal dan beribadah, setelah Ramadan berakhir, eh, amal dan ibadah itu jadi ikut berakhir. Padahal, bulan Syawal adalah pembuktian diri kita, setelah Ramadan pas berakhir, bagaimana diri kita? Apakah masih tetap semangat beribadah atau sudah loyo?

Kebiasaan baik yang mulai hilang juga adalah kebiasaan untuk tidak merokok. Saat bulan Ramadan, seperti yang saya tulis di atas, para perokok mampu menahan diri untuk tidak merokok. Setelah Ramadan bablas, kembali rokok digas! Kebiasaan menghisap asap itu jadi muncul kembali, bahkan mungkin bertambah banyak frekuensi merokoknya.

Mari Tumbuhkan Kembali!

kebiasaan-baik-3

Tidak ada orang yang bisa melakukan kebiasaan baik itu selain diri kita sendiri. Orang lain mungkin cuma menyarankan, tetapi ‘kan mengambil keputusan itu diri kita sendiri. Diri kita, ya, terserah kita. Begitu ‘kan?

Kebiasaan baik memang hal yang baik. Kebiasaan buruk memang hal yang buruk. Kita sudah dilatih selama sebulan penuh di bulan suci Ramadan, yuk, diteruskan saja yang sudah ada! Bukankah kebiasaan-kebiasaan baik itu membuahkan pahala? Kalau selama ini kita ngotot mencari uang, harusnya lebih ngotot lagi dalam mencari pahala.

Uang belum tentu bisa menolong kita di akhirat kelak, tetapi pahala bisa. Uang belum tentu bisa membuat kita masuk surga, tetapi dengan banyaknya pahala, rahmat Allah akan turun kepada kita, hingga mempermudah kita untuk masuk ke dalam surga-Nya.

Mari jadikan, Ramadan itu tidak cuma sebulan, tetapi selamanya di dalam hati. Kalau sudah begitu, maka Insya Allah, kita akan terus berada dalam ketakwaan kepada-Nya.

Sebelum benar-benar ditutup tulisan ini, lihatlah keadaan kaum muslimin hari ini. Saat pelaksanaan sholat Idul Fitri, yang hukumnya sunnah muakkad atau sunnah yang ditekankan untuk dikerjakan, yang ikut luar biasa banyak. Masjid penuh, lapangan juga susah dihitung yang datang. Akan tetapi, ketika sholat Subuh dan sholat Dzuhur, rupanya sepi, pi. Padahal dua sholat tersebut hukumnya wajib, tetapi malah dilupakan dan dilalaikan sebagian kaum muslimin sendiri. Betul apa betul?

avatar for Rizky Kurnia RahmanRizky Kurnia Rahman

Ketua Departemen Media dan Komunikasi (Medikom) Dewan Pengurus Daerah (DPD) Wahdah Islamiyah Bombana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2025 wahdahbombana.or.id