Biasanya, di bulan Ramadan, ditampilkan berbagai romantisme antara suami dan istri. Misalnya, sahur bareng, buka puasa bareng, tilawah bareng, dan semuanya serba bareng. Hal-hal semacam itu jadi pemantik semangat untuk dapat jodoh idaman, terutama bagi kaum jomblo.
Bulan suci Ramadan memang bisa memperlihatkan romantisme dan semangat kasih sayang yang lebih tinggi, utamanya bagi pasangan suami dan istri. Tidak terluput juga dengan anak-anak.
Bayangkan, saat di bulan selain Ramadan, mungkin makan tidak bisa bersama. Mungkin cuma sarapan. Itupun belum tentu. Suami atau sang kepala keluarga mungkin sudah keluar rumah untuk kerja sebelum anak-anak bangun.
Hal itu bisa ditemukan di kota-kota besar, seperti Jakarta. Orang tuanya sudah berangkat kerja saat anak-anak masih tidur dan pulang kerja ketika anak-anak sudah tidur. Jadi, ketemunya kapan? Bercandanya kapan? Main dengan anaknya kapan?
Baca Juga: Tasmi Hafalan Juz 30 oleh: Ananda Sarah Nur Azqia Murid Kelas VB SD IT Al-Wahdah Bombana
Kalau di bulan suci Ramadan, jam makan bisa bersamaan. Buka puasa dianggap makan malam, sahur dianggap sarapan pagi. Waktunya sudah seperti itu. Buka puasa di waktu Maghrib, sahur di waktu sebelum Subuh. Pola makan atau jam makan lebih terjaga. Kebersamaan keluarga juga lebih oke.
Bagaimana dengan Kaum Jomblo?
Istilah “jomblo” memang sudah lama sekali kita dengar. Konon, istilah tersebut berasal dari sebuah grup musik papan atas tanah air. Jomblo adalah kaum yang belum punya pasangan, atau sudah pernah punya pasangan, tetapi putus di tengah jalan.
Jomblo mengacu kepada seseorang yang semuanya serba sendiri. Tidak ada yang melayaninya secara khusus, terutama untuk urusan kebutuhan biologis. Beda dengan pasangan suami istri, ketika ada nafsu, entah itu dari dalam diri maupun ada sugesti saat di jalan, maka bisa ditumpahkan saja kepada pasangan sah dan halalnya. Berpahala. Ibadah yang sangat enak dan menyenangkan.
Baca Juga: Melakukan Perayaan Hari Valentine, Merayakan Hari Kasih Sayang atau Hari Kasih Utang?
Saat bulan puasa, menjadi jomblo memang berat. Buka puasa sendiri, kecuali kalau dia ikut buka puasa di masjid, demi menghemat uang dan agar bisa menggantung panci. Sahur juga sendiri. Mungkin menunya kalau bukan rendang, soto ayam, ayam geprek, tetapi semuanya dalam bentuk mi instan! Mungkin rambut jadi makin keriting karena sering makan mi instan tersebut.
Kaum jomblo mungkin “ngiler” melihat pasangan suami istri berboncengan naik sepeda motor. Jelaslah, berboncengan pasti naik sepeda motor, masa naik mobil berboncengan? Pasangan suami istri tersebut membeli makanan buka puasa. Setelah beli, mereka pulang. Tangan si istri memegang perut suaminya sekadar agar lebih aman dan tidak sampai jatuh.
Pemandangan biasa saja sebenarnya, tetapi bagi kaum jomblo, hati mereka bisa langsung bergetar. Pikiran mereka langsung cetar membombana, maksudnya cetar membahana. Lalu, muncul pertanyaan di benak mereka, “Kapan ya aku dapat jodoh? Kapan ya aku bisa seperti itu?”
Hal tersebut makin merongrong hatinya ketika ada sindiran, yang sebenarnya itu motivasi, tetapi disampaikan dengan cara yang kurang tepat. Hati jomblo jadi merasa “terzalimi”. Merasa dia dibully. Padahal, yang mengucapkannya juga tidak bisa memberikan solusi.
Pada akhirnya, kaum jomblo jadi makin merana. Ketika kesana, merana, ketika kesini, merini. Dunia ini jadi terasa sempit, seakan-akan kok dunia ini jadi galak begini, ya?
Godaan Berat Ketika Sudah Mendapatkan Jodoh Idaman
Jodoh itu memang baru diketahui setelah menikah. Kalau masih jadi kaum jomblo, mungkin mengenal teman berbeda jenis, itu belum tentu jodohnya. Ketika sudah resmi, legal, dan halal sesuai hukum agama dan negara, maka itulah jodoh kita.
Namun, mendapatkan jodoh idaman, perlu sangat hati-hati, terutama di bulan suci Ramadan. Terlebih bagi pengantin baru, atau yang belum lama menikah. Godaan tersebut bisa berujung kepada pelanggaran syariat dan konsekuensi hukumannya yang maha berat.
Hal ini tercantum dalam hadits sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata,
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »
“Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?”
Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”.
Lantas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”.
Abu Hurairah berkata, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.”
Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan, “Ambillah dan bersedekahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111).
Hukuman bagi orang yang berhubungan suami istri di siang hari bulan suci Ramadan urutannya sebagai berikut: membebaskan satu orang budak, jika tidak diperoleh, berpuasa dua bulan berturut-turut, dan jika tidak mampu, memberi makan kepada 60 orang miskin. Termasuk hukuman yang sangat berat bukan? Berpuasa dua bulan berturut-turut. Yang satu bulan saja bisa melanggar, apalagi ini sampai dua bulan?
Baca Juga: Subhanallah, Fenomena Mengerikan Jaman Now, Mudahnya Berdusta Atas Nama Agama
Bagaimana jika seorang suami yang memaksa istri untuk berhubungan di siang hari? Padahal, istrinya sudah sangat menolak. Menghadapi masalah ini, Ustaz Syaiful Yusuf, Lc, MA, menjawab, “Jika seperti itu keadaannya, maka yang kena kafarat adalah suaminya. Istrinya tidak kena karena dia dalam kondisi dipaksa. Namun, ketika istrinya yang memaksa dan suaminya mau, maka yang kena dua-duanya, karena suami pasti tidak dalam kondisi terpaksa, pasti mau itu!”
Jika memang dilarang berhubungan suami istri di siang hari bulan Ramadan, maka tidak diperbolehkan juga untuk sengaja bersafar demi bisa berhubungan suami istri karena ketika safar diberikan keringanan untuk tidak berpuasa Ramadan. Hal ini dijelaskan juga oleh Ustaz Syaiful Yusuf, bahwa safar itu memang karena ada urusan penting, bukan menyengaja demi bisa berhubungan suami istri.
Nah, godaan bagi suami istri seperti itu di siang hari bulan suci Ramadan, sedangkan ketika malam hari, mereka bebas. Mereka bisa beribadah yang menyenangkan, khusus suami istri di bulan suci Ramadan.
Bagaimana dengan yang jomblo? Kesempatan di bulan suci Ramadan, mereka bisa terus berdoa, berdoa, dan berdoa, semoga bisa mendapatkan jodoh idaman juga selepas nanti bulan suci Ramadan.
Semoga bulan suci Ramadan tahun ini lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya, baik yang masih jomblo, maupun yang sudah mendapatkan jodoh idaman. Aamiin ya rabbal alamin. Waallahu ‘alam bisshawab.
Baca Juga: Tahnia dan Doa untuk Burhanuddin dan Ahmad Yani Sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bombana 2025-2030
Sumber https://rumaysho.com/3476-hubungan-intim-di-siang-hari-bulan-ramadhan.html