Apa hubungannya antara kata “cerah” dengan “kerah”? Selain keduanya mirip dari pengucapan, meskipun berbeda arti, tetapi tetap bisa disatukan. Apalagi dalam momen taklim spesial malam Sabtu kali ini, Jum’at (11/7/2025).
Antara kata “cerah” dan “kerah” hubungannya adalah cuaca pada malam saat taklim berlangsung memang terhitung cerah. Tidak ada mendung, apalagi gerimis, ataupun “kakaknya” gerimis, yaitu: hujan deras.
Kondisi cerah semacam itu, membuat para da’i yang mengikuti taklim dengan narasumber tetap, yaitu: Ustaz Akbar Jabba, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Wahdah Islamiyah (WI) Bombana ini, bisa hadir dengan nyaman.
Rata-rata yang hadir dengan menggunakan sepeda motor. Dan, biasanya para pengendara sepeda motor, belum tentu ada mantel atau jas hujannya di bawah jok. Kalau hujan, tinggal berteduh, menunggu hujan pamit dari pandangan.
Baca Juga: Ketika Suami dan Istri LDR serta Berbagai Kepanjangan LDR yang Masih Berkaitan
Sedangkan “kerah” berkaitan dengan pakaian para da’i yang datang. Mereka menggunakan pakaian berkerah, yaitu: baju koko atau baju muslim yang memang khas dipakai untuk masuk ke dalam masjid. Berpakaian yang indah, rapi, dan bagus memang diperintahkan Allah dalam firman-Nya di Surah Al A’raf ayat 31:
يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمۡ عِندَ كُلِّ مَسۡجِدٖ وَكُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ
Artinya: “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaian kamu yang bagus setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. al-A’raf: 31)
Membahas tentang Surga
Siapa sih manusia yang tidak ingin masuk surga? Jangankan orang yang beriman, pelaku maksiat saja berharap masuk ke dalam surga. Namun, harapan masuk surga manusia jaman now alias zaman sekarang tidak sebesar harapan para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
“Di balik pasukan itu, ada surga yang luasnya langit dan bumi,” Ustaz Akbar menyampaikan di awal tausyiahnya. “Ada sahabat yang membuang kurmanya. Tidak makan kurmanya, karena itu menghambat waktu. Dia percepat makan kurmanya, berharap surga, masuk ke medan perang, dan mati syahid.”
Menurut Ustaz Akbar, iming-iming terbesar bagi para sahabat memang cuma surga. Lanjut beliau, “Kita ini sadar bahwa dunia ini cuma sementara. Cepat atau lambat, kita pasti akan meninggalkan dunia ini. Dalam hadits Qudsi, Allah mempersiapkan bagi orang beriman surga yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, atau terbetik dalam hati manusia. Kalau kita rihlah melihat pemandangan alam, kita akan takjub, namun surga jauh lebih indah lagi.”
Baca Juga: Pekan Edukasi Palestina Memanggil, Ustaz Ikhwan Abdul Jalil: Jika Anda Tidak Berpihak, Maka Anda Berpihak Kepada Musuh!
Mengajak hadirin untuk berpikir dan merenung, kata beliau lagi, “Hadits ini sering kita dengar, tetapi apakah kita pernah merenung, seberapa rindu kita dengan surga? Apakah kita melakukan berbagai cara untuk bisa masuk surga? Nasihat ini kita butuhkan, meskipun mungkin sering kita dengar. Peringatan itu sangat bermanfaat untuk orang beriman.”
Juga Tentang Bidadari
Keindahan surga juga karena di dalamnya ada bidadari. Ujar ustaz yang punya biro travel umrah ini, “Tidak bisa dibandingkan wanita di dunia ini dengan bidadari surga.”
Apa bukti para sahabat bersemangat untuk meraih surga? Jawabannya ada pada penjelasan Ustaz Akbar, “Bukti para sahabat melakukan amal dan perbuatan, tiap ada medan jihad, mereka berlomba.”
Masih dilanjutkan, “Yang namanya berlomba, itu harus dipaksa. Misalnya, dipaksa dalam sholat berjamaah, tidak terlambat sholat Subuh, berpuasa. Kebaikan harus dipaksa karena selalu ada gangguan dan hambatan, capek, malas, alasan keluarga, anak, istri. Harta, anak, dan istri itu adalah ujian, jangan jadikan penghalang untuk berdakwah dan berjuang di jalan Allah.”
Lebih Dalam Tentang Jihad Melalui Dakwah
Kita sering mendengar kata “jihad”. Biasanya dikaitkan dengan perang melawan orang kafir bukan? Dalam taklim di Masjid An-Nur, Pondok Pesantren Al-Wahdah Bombana Putri ini, Ustaz Akbar justru menyebutkan jihad tidak selalu harus berarti perang.
Mari coba kita simak perkataan beliau, “Jihad adalah amalan tertinggi yang bisa membawa ke surga. Hari ini, tidak ada jihad seperti para sahabat. Sebagian ulama berpendapat jihad sekarang adalah dakwah di jalan Allah. Program utama Wahdah Islamiyah adalah dakwah. Yang lain hanya sebagai perantara. Pondok pesantren, program sosial, dan yang lainnya adalah untuk dakwah.”
Dakwah yang ditekankan itu seperti apa? Nah, ujar Ustaz Akbar, “Sekarang digenjot dakwah lewat Al-Qur’an. Banyak yang berminat, makanya mereka diajak. Bulan Muharram ini digenjot membaca Al-Qur’an. Siapa yang mengajak kepada petunjuk, maka dia mendapat pahala orang yang diajak. Orang yang diajak, yang mengajar, yang mengajak, dapat pahala semuanya. Hendaknya kita berlomba-lomba dalam mengajak.”
Perbandingan antara yang lalu dengan sekarang, begini menurut Ustaz Akbar, “Dulu secara umum, kita ditarget untuk mencari, tetapi belum ditekankan. Ini kita sudah memakai marketing-marketing yang luar biasa, dakwah ini juga harus begitu. Target 10 orang, itu ditulis, meskipun belum diajak. Jika belum bisa mengajar, maka sampaikan ke ustaz, sudah siap diajar.”
Baca Juga: Taklim Pengurus DPC dan MWC Kabaena Barat Bersama Ustaz Ikhwan: Dari Anak Biologis, Ideologis Hingga Visi Sebagai Basis
Motivasi dari Ustaz Akbar tidak luput disampaikan kepada para da’i yang hadir menyimak, “Jangan lupa, ini adalah perjuangan yang luar biasa. Ajak orang yang baru masuk masjid, dia sedang semangat itu. Atau orang tua yang istiqamah di masjid.”
Cakupan dakwah ini memang luas. Artinya, “Dakwah itu tidak mesti berceramah. Sampaikan walau satu ayat. Tidak harus jadi ulama, apalagi kalau cuma mengajak. Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallahu anhu langsung mengajak sahabat dekatnya. Enam orang yang dijamin masuk surga, semuanya karena ajakan Abu Bakar. Nama yang sudah ditulis, sebut nama mereka dalam doa agar jadi hidayah.”
Target Jangka Panjang
Seseorang itu memang mesti punya target, agar arah hidupnya lebih jelas dan terarah. Sebagaimana dalam dakwah ini, kata Ustaz Akbar, “Kita punya target orang-orang yang nantinya menjadi da’i, bukan lagi istilah kader. Tidak ada tujuan duniawi atau lembaga, murni perjuangan di jalan Allah. Para asatidzah ini melakukan gebrakan agar manhaj salaf ini muncul.” Ustaz Akbar mengangkat tangannya.
Berkaitan dengan pendidikan pula, bisa dikaitkan dengan dakwah. Sebagaimana penjelasan beliau, “Anak dimasukkan ke sekolah agama, itu tujuannya adalah dakwah. Ponpes Al-Wahdah ini bukan milik pribadi, melainkan milik lembaga Wahdah Islamiyah. Kita harusnya mengajak anak-anak tetangga misalnya untuk masuk ke ponpes kita.”
Nah, tentang mengajak anak tetangga ini, keutamaannya sebagai berikut, “Jika ada anak tetangga, bisa kita ajak masuk ke pondok kita, maka itu juga dakwah.”
Jika Seperti Itu, Maka Lebih Mudah
Bagaimana mengajak orang untuk membaca Al-Qur’an dengan cara yang lebih mudah? Jawabannya jika seperti ini, “Kalau ada jamaah yang meluangkan waktu bersama kita, maka itu lebih mudah untuk diajak.”
Ustaz Akbar mendorong hadirin untuk berkomitmen, “Komitmen memperjuangkan agama Allah adalah dengan dakwah. Amalan jariyah itu tidak hanya bersedekah, tetapi juga mengajak untuk belajar agama, mengenal Islam yang benar. Ada teknisnya dari lembaga, tetapi jika kita punya cara sendiri sepanjang tidak melanggar syariat, maka bisa dilakukan.”
Tutup Ustaz Akbar, “Jika punya komunitas seperti komunitas olahraga, bisa juga diajak. Dan, itu dilakukan oleh para asatidzah kita.”
Baca Juga: Jangan Merasa Menyesal Menjadi Seorang Ibu, Ini Alasannya!