Malam Nisfu Sya’ban: Tanya Dalil Shohihnya, Pertanda Mulai Serius Memperhatikan Agama

Satu bulan sebelum bulan suci Ramadhan tentu saja adalah bulan Sya’ban. Menurut kebiasaan masyarakat kita, di tengah bulan Sya’ban, ada yang namanya malam nisfu Sya’ban. Apakah benar malam tersebut berpahala luar biasa?

Nisfu Sya’ban terdiri dari dua kata, yaitu: nisfu dan Sya’ban. Wah, kalau seperti itu, anak kecil juga tahu! Namun, apa sebenarnya arti dari kedua kata itu?

Menurut bahasa, nisfu artinya pertengahan. Sedangkan Sya’ban itu memang mengacu kepada bulan Sya’ban. Banyak orang yang meyakini bahwa di malam tersebut turun keberkahan dari langit, Ada pula yang mengartikan malam nisfu Sya’ban adalah malam ampunan, sebelum datangnya bulan suci Ramadhan. Apakah betul begitu?

Ketika Haus di Siang Hari Terik

malam-nisfu-syaban-1

Bayangkan Anda berpuasa di negara yang panasnya terik luar biasa. Misalnya di negara-negara Arab. Cuacanya yang subtropis membuat panas di sana lebih panas dibandingkan di Indonesia. Kalau sudah panas begitu, apa yang dicari? Tentu saja kesejukan. Tentu saja air yang dingin. Air yang menyegarkan. Air yang berair.

Anda sedang berpuasa saat itu, menunggu waktu Maghrib kok lama sekali, ya? Eh, begitu tiba waktu Maghrib, adzan berkumandang. Sungguh senang hati ini. Sungguh bahagia membayangkan air yang dingin dan sejuk segar membasahi tenggorokan.

Namun, ketika Anda mau minum, lho, kok tidak bisa minum? Kenapa ini? Gelas sudah di tangan, air sudah siap untuk masuk ke dalam romgga mulut. Ternyata, sama sekali tidak bisa? Ada apakah gorengan? Maksudnya, ada apakah gerangan?

Itu misal keadaan di dunia, bagaimana dengan di akhirat? Fenomena tidak bisa minum seperti itu, padahal kondisinya sedang huru-hara luar biasa, panas yang sangat berbeda dengan di dunia, sangat mendambakan adanya air yang sejuk, segar, dan dijanjikan jika sudah minum itu, tidak akan lagi kehausan selamanya, rupanya tidak bisa sama sekali meminum air tersebut. Kok bisa?

Begitulah gambaran keadaan yang bisa terjadi ketika ada sekelompok orang yang terhalangi untuk minum di telaga Al-Kautsar, telaganya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Dari Abu Wail, dari ‘Abdullah, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Ditampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari, no. 7049)

Ada pula riwayat lain yang menyebutkannya seperti ini:

Dalam riwayat lain dikatakan,

إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى

“(Wahai Rabbku), mereka betul-betul pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sebenarnya engkau tidak mengetahui bahwa mereka telah mengganti ajaranmu setelahmu.” Kemudian aku (Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam) mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku.”  (HR. Bukhari, no. 7051)

Keadaan tersebut menimpa orang-orang yang mengaku cinta kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, tetapi rupanya mengubah-ubah ajaran beliau. Mencampur aduk, mengganti sesuka hati. Dan, mereka pun menyebarkan ajarannya, hingga keburukan itu makin luas dan semakin tidak terbendung.

Mana Dalilnya?

Jika menghadapi perkara agama yang sebelumnya kita tidak tahu, maka tanyakan, mana dalilnya? Lebih lengkap lagi tanyakan, mana dalil shohihnya? Agama Islam ini tidak bisa dilakukan sembarangan. Pasti ada tuntunannya. Pasti ada tata caranya.

Tuntunan dan tata cara tersebut sudah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada para sahabatnya yang mulia. Dari para sahabat tersebut, terus tersebar hingga sampai kepada kita.

Nah, perkara yang tidak ada tuntunannya, maka jelas itu tidak pernah dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Orang-orang yang mulia di dalam agama ini saja tidak melakukannya, kok kita malah melakukannya? Memangnya kita lebih baik daripada mereka? Memangnya, derajat kita lebih tinggi dibandingkan mereka?

Ingat, kalau sudah di akhirat, maka kesempatan tidak ada sama sekali untuk kembali ke dunia. Ingat pula, di akhirat nanti, kita tidak bisa membawa bekal minum dari dunia ini. Sebagus apapun tumbler kita, tidak akan pernah bisa dibawa sampai di akhirat.

Jadi, kesempatannya cuma ada di dunia ini. Ikuti saja Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya yang mulia, niscaya kita tidak akan menyesal dunia dan akhirat.

Dan, tentang malam nisfu Sya’ban, tidak ada dalil shohihnya tentang keutamaan malam tersebut yang terasa memang dilebih-lebihkan. Orang beribadah mengkhususkan di malam tersebut dan berharap pahala. Sementara, jika tidak ada tuntunannya, mana bisa dapat pahala?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2025 wahdahbombana.or.id