Curhat menjadi kata yang sering kita dengar di mana-mana. Curhat ini makna lurusnya adalah curahan hati. Meskipun ada pula yang mengartikan “hancur hatiku”.
Curhat juga menjadi bagian dari salah satu program televisi swasta. “Curhat dong, Mah!” Pasti kamu tahu yang satu ini. Program acara yang sebenarnya menarik, terutama bagi para emak, meskipun isinya masih perlu ditelusuri dan diluruskan lebih dalam. Berapa meter, ya?
Curhat oleh Manusia
Pada dasarnya, manusia semacam kita ini memang lemah. Sekuat apapun manusia, nantinya dia juga akan menjadi lemah. Mungkin sekarang dia bisa angkat barbel, Barbie, maupun barbeque, tetapi ketika umurnya sudah tua, mungkin untuk angkat diri saja harus dibantu dengan tongkat.
Mungkin saja dia bisa lari kencang, sprint, bahkan mengaku bisa lari melebihi kecepatan cahaya. Maksudnya di sini, istrinya bernama Cahaya, jadi bisa mengalahkan istrinya sendiri dalam lomba lari.
Semakin tua seorang manusia, maka tanda-tanda kelemahan itu akan tampak. Mulai dari uban di rambut maupun jenggot. Seorang public figure mengatakan bahwa orang yang seperti itu sudah meninggalkan dunia hitam! Artinya, rambut dan jenggotnya sudah bukan lagi hitam, melainkan putih.
Baca Juga: Pentingnya AI dalam Dunia Dakwah
Orang yang berusia tua juga mengalami penurunan fungsi tubuh. Mungkin matanya sudah banyak rabun. Ada satu postingan di media sosial, tentang seorang laki-laki tua yang menggandeng istrinya yang juga sudah tua.
Ada yang bertanya, “Kenapa kamu masih menggandeng istrimu itu?” Jawabannya, sungguh bisa bikin terharu, kalau mau, sih. Katanya, “Istriku memang sudah tidak lagi mengenaliku. Tapi, aku masih mengenalinya, karena itu aku masih menggandengnya.”
Subhanallah, so sweet bukan? Karena faktor tua, istrinya sudah tidak mengenali suaminya sendiri. Namun, sang suami masih setia kepada istrinya. Dan, ini memang banyak terjadi, sampai tua mereka masih bersama. Menua bersama. Menjadi lansia bersama.
Nah, kalau sudah tua, fisik sudah lemah, apa yang mau dibanggakan lagi? Fisik sudah mulai sakit-sakitan, tenaganya sudah jauh berkurang, kalau masih ada kesombongan atau melakukan tindakan aneh bin nyeleneh, maka ini namanya tua-tua keladi. Makin tua makin menjadi-jadi.
Persepsi Masyarakat
Dalam masyarakat kita, punya persepsi. Ini tentu bukan persepsi pernikahan yang biasanya diadakan di gedung atau hotel itu. Persepsi yang ada dalam masyarakat kita adalah laki-laki tidak boleh menangis. Kalau ada laki-laki menangis, maka langsung dikatakan sebagai laki-laki yang cengeng.
Mulai dari kecil sudah ditanamkan seperti itu. Anak laki-laki yang jatuh dari sepeda atau setelah berlari kencang, memang menangis, sih, tetapi tidak boleh lama-lama. Orang tuanya akan mengatakan, “Sudah, sudah, diam! Laki-laki kok menangis? Malu ‘kan?”
Sedari kecil, anak laki-laki tidak boleh mengungkapkan perasaannya. Ketika sedih atau terluka, dia tidak boleh menangis. Beda sekali dengan anak perempuan. Menangis sekeras dan selama apapun, masih dianggap wajar. Malah, perempuan dewasa yang menyukai boneka, juga masih dianggap biasa. Sedangkan, laki-laki dewasa yang masih main mobil-mobilan, persepsi kayak gimana gitu ya?
Sejatinya, Allah menciptakan kelenjar air mata untuk laki-laki dan perempuan. Jadi, kalau perempuan boleh menangis, kok laki-laki tidak? Kenapa laki-laki tidak boleh menangis? Kesannya kalau laki-laki menangis, dia dianggap bencong, banci, atau seperti perempuan saja.
Padahal, mengacu kepada sejarah Islam, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat beliau yang mulia juga menangis. Mereka menangis teringat dosa, meskipun Allah sudah banyak mengampuni mereka. Mereka juga menangis tatkala membaca Al-Qur’an maupun mendengar perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Sekarang, laki-laki harus dipersepsikan kuat. Dia tidak boleh menangis sama sekali. Pada akhirnya, perasaannya, harus dibunuh pelan-pelan. Termasuk juga curhat. Laki-laki beda dengan perempuan yang suka curhat ke mana-mana. Perempuan mudah sekali mengumbar masalahnya ke siapapun.
Baca Juga: Hubungan Antara Kecelakaan Pesawat Terbang, Prosedur Penerbangan, dan Sholat Berjamaah di Masjid
Pernah bukan mendengar bahwa perempuan itu bisa menghabiskan 20.000 kata tiap hari? Nah, itu juga termasuk curhat, gosip, maupun komentar sana-sini. Sangat mudah kita temukan kelompok perempuan yang ribut karena itu tadi, banyak bicaranya. Tidak tua, tidak muda. Semuanya sama.
Terlebih, mereka yang muslimah sering berada di belakang hijab. Hal itu membuat mereka lebih leluasa lagi dalam urusan cuap-cuap karena memang tidak terlihat. Tidak peduli, di depan hijab, para laki-laki sedang sholat berjamaah, tetap yang di belakang hijab ribut. Dan, hal itu sudah pernah saya alami sendiri. Yang muda, dalam hal ini masih usia sekolah, ribut, yang dewasa, yang sudah jadi ibu-ibu, tidak berbeda pula.
Nah, pada diri manusia itu sebenarnya mirip dengan air, sih. Jika ditimbun atau dibiarkan lama-lama, maka air itu akan membusuk, berbau tidak sedap, dan akhirnya tidak bisa digunakan untuk bersih-bersih. Namun, bila mengalir lancar, biasanya akan jernih. Air inilah yang dibutuhkan untuk bersih-bersih.
Bagaimana dengan kaum laki-laki? Dia mau curhat ke mana? Jelas, yang pertama ke Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Namun, setelah itu, biasanya ke mana? Siapakah orang yang sering diajak curhat oleh para suami? Apakah perempuan lain? Apakah orang tuanya? Apakah mertuanya? Jawabannya yang paling tepat, orang itu adalah dirinya sendiri. Ya, dirinya sendiri!
Diam dan Berpikir
Saya mengambil persepsi orang yang sering diajak curhat oleh para suami adalah dari perkataan seorang ustaz. Beliau mencontohkan jika ada orang yang curhat, tetapi malu menyebutkan bahwa itu masalahnya sendiri, maka cukup katakan saja, “Begini, Ustaz, ini ada masalah dari orang yang saya kenal, masalah tersebut adalah bla, bla, bla.”
“Orang yang saya kenal” yang dimaksud di situ adalah dirinya sendiri. Bukankah kita paling mengenal diri sendiri? Nah, itu sebagai solusi jika malu menyebutkan diri sendiri sebagai sumber masalah. Eh, kok sumber masalah, sih?
Baca Juga: Ketika Suami dan Istri LDR serta Berbagai Kepanjangan LDR yang Masih Berkaitan
Laki-laki, menurut dokter Aisah Dahlan, cenderung menyelesaikan masalahnya sendiri. Makanya, tidak jarang kita temukan, para suami itu duduk di teras rumah sambil merokok! Sambil menghembuskan asap setan itu, pada dasarnya mereka sedang berpikir. Meskipun, yah, rokok itu memang mendatangkan bahaya besar, merokok bisa membunuh, tetapi kalau tanpa barang itu, mereka mengaku tidak bisa berpikir.
Rokok sudah menjadi bagian dari banyak kehidupan laki-laki, termasuk para suami. Bahkan, saya pernah mendengar sebuah data bahwa hanya sekitar 30% laki-laki di Indonesia ini yang tidak merokok. Sisanya, yang 90%, lho, malah salah hitung, yang 70% menjadi perokok. Entah itu perokok ringan, sedang, maupun berat. Kalau yang perokok berat, rokoknya seberat knalpot motor mungkin, ya?
Para suami, yang memang diberikan beban luar biasa besar, memang bisa ditemukan sering menyendiri. Dia butuh me time untuk mengurai, memilah, memilih, lalu mencari solusi dari permasalahannya. Entah itu permasalahan yang menyangkut istri, anak-anak, keluarga besar, tetangga, rekan kerja, dan lain sebagainya.
Dalam pikirannya, dia akan membandingkan apakah pernah mengalami masalah yang sama? Hal yang sama? Kalau dahulu bisa diselesaikan, bagaimana dengan yang ini? Apakah solusinya sudah cocok? Apakah tidak akan menimbulkan efek negatif? Apakah ini pemecahan yang paling tepat?
Proses itu berjalan di dalam pikirannya. Ketika proses itu berlangsung, sebaiknya, para istri menjauh terlebih dahulu. Atau mendekat, tetapi sekadar memberikan teh hangat, kopi panas, maupun sepiring gorengan. Para istri tidak perlu tanya, “Mikirin apa, sih, Sayang?” Soalnya, yang menjadi sumber masalah justru sedang di situ, haha.
Pernah ada sebuah video, seorang suami memancing ikan karena ingin refreshing atas permasalahannya. Eh, yang menjadi penyebab masalah alias istrinya ikut mancing juga!
Lebih Bagus Ditambah dengan Ini
Tadi saya menyebutkan, ada para suami yang menyelesaikan masalahnya sendiri dengan diam dan menghisap rokok, nah, sekarang ada keadaan yang jauh lebih baik. Apa itu? Tentu saja sambil berdzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bacaan yang bisa dijadikan bagian dari solusi setiap permasalahan hidup adalah dengan istiqfar. Sebagaimana dijelaskan dalam video berikut ini!
Mulut-mulut yang sudah sangat bau dengan asap rokok atau bersentuhan langsung dengan filter rokok, selalunya ketika merokok tidak pernah cuci tangan, tidak pernah bukan melihat ada laki-laki sebelum merokok cuci tangan dulu, membaca basmallah, selesai merokok baca hamdalah? Itu adalah hil yang mustahal.
Jadi, orang yang diajak curhat oleh para suami itu adalah dirinya sendiri, maka mulai dengan memperbaiki diri, mencari banyak referensi ilmu, dan ditambah dengan dzikir maupun istiqfar itu tadi.
Semoga berhasil untuk para suami menyelesaikan berbagai permasalahan dalam rumah tangganya. Dan, selalu sabar menghadapi istri maupun anak-anak. Bidadari di surga sudah menunggu, Insya Allah. Sementara yang di dunia, istri bisa sesaat jadi bidadari, bisa juga sesaat berduri, membuat luka, sedih, dan galau. Ada tips menghadapi yang seperti itu? Boleh silakan dibagikan di kolom komentar plus dengan tanggapan kamu dari tulisan ini, ya!
Baca Juga: 3 Penjelasan Detail Tentang Suami Takut Istri