24 jam. Itulah yang biasanya tertulis di UGD atau Unit Gawat Darurat atau yang sekarang juga disebut dengan IGD atau Instalasi Gawat Darurat. Sebuah unit khusus di rumah sakit yang tidak pernah tutup. Full buka 24 jam.
Biasanya, klinik atau poli, entah itu poli mata, poli gigi, poli penyakit dalam, poli anak, dan poli-poli kesehatan lain, kecuali poligami, memang buka dari jam 8 pagi sampai sekitar 12 siang untuk pendaftarannya.
Ketika sudah di dalam poli, dokter akan melayani sampai selesai. Mungkin sampai jam 2 siang atau bahkan hampir 3 sore. Tergantung jumlah antrian, tergantung waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing orang di dalam.
Namanya rumah sakit, selain harus mengantri, juga dipenuhi dengan para tenaga kesehatan. Entah itu dokter, perawat, petugas bagian laboratorium, petugas bagian gizi, dan lain sebagainya. Mereka menjalankan fungsi masing-masing, dengan keterampilan masing-masing.
Khusus untuk IGD itu, rumah sakit menaruh bagian ini di paling depan. Jadi, ketika mobil ambulan membawa orang yang butuh perawatan darurat, seperti kecelakaan atau musibah parah, maka bagian IGD akan dengan cepat menangani.
Beda rumah sakit asli dengan di sinetron. Jika di sinetron, lorong dari luar menuju ruang perawatan sangatlah panjang. Terasa seperti dua kilometer. Brangkar atau tempat tidur beroda dibawa laksana seribu tahun. Yah, begitulah realitas di sinetron. Namanya saja kisah fiktif.
Harus Siap Sedia
Keluarga tante saya adalah seorang bidan. Jam kerjanya bisa pagi, bisa malam. Kalau masuk malam, mulai dari sekitar jam 8 malam hingga besoknya tidak pulang ke rumah. Bermalam di rumah sakit swasta tempat kerjanya.
Entah dia tidur malam itu atau tidak, waallahu ‘alam. Sebab, ibu yang mau melahirkan bisa datang sewaktu-waktu. Istri saya ketika mau melahirkan anak pertama, saya bawa ke rumah sakit sudah jam 1 malam. Tenaga kesehatan yang ada waktu itu sedang tidur. Namun, mau tak mau, mereka harus bangun juga, demi menangani yang memang butuh ditangani.
Para tenaga kesehatan itu tidak bisa menyalahkan ibu yang datang akan melahirkan. Tidak mungkin salah satu dari mereka mengatakan begini, “Duh, Ibu, kok datang tengah malam, sih? Besok siang saja, ya! Saya lagi mengantuk, nih.”
Padahal si ibu itu sudah pendarahan dari rumah, sudah dekat mau melahirkan, jadi memang butuh ditolong dan persiapan persalinan. Mungkin saja para tenaga kesehatan itu baru saja akan tidur, eh, datang pasien. Baru saja tadi sampai tengah malam ngobrol tentang drama korea, begitu akan merem, eh, datang lagi pasien.
Sudah begitulah konsekuensi jadi tenaga kesehatan. Apalagi waktu masih ada corona atau covid-19, itu para tenaga kesehatan lebih diforsir lagi tenaganya. Mereka mengenakan baju APD yang mirip astronot itu, menghadapi beberapa pasien dengan kondisi berbeda-beda. Dan, kalau sudah pakai APD, maka tidak bisa dilepas lagi sampai waktunya selesai. Panas, gerah, capek.
Tidak jarang, muncul kejadian yang tragis dan mengiris hati. Para tenaga kesehatan itu sudah jauh dari keluarganya karena terisolasi di rumah sakit, akhirnya jadi ikut sakit, bahkan sampai meninggal dunia.
Ini yang Menjadikannya Joss!
Memang tidak semua orang mau dan mampu menjadi tenaga kesehatan. Mereka jelas orang terpilih, menempuh pendidikan tertentu, dalam jangka waktu tertentu, dengan biaya tinggi tertentu pula.
Sudah lulus kuliah, masih harus menjalani praktek yang tentu saja membutuhkan tenaga, pikiran, dan biaya lagi. Pokoknya, pendidikan yang termasuk tinggi adalah di bidang kesehatan ini. Apalagi jika mengambil spesialis, sudah bukan lagi uang ecek-ecek.
Akan tetapi, di balik itu, semangat pengabdian mereka memang luar biasa. Mereka melayani orang lain dengan sepenuh hati. Mereka berusaha agar yang ditolongnya bisa selamat, sembuh, dan bisa kembali ke keluarganya. Mereka akan bergembira jika pasiennya dapat pulih seperti sediakala.
Sebagai manusia, mereka juga pastinya akan ikut sedih bila sampai pasiennya tidak tertolong lagi. Betapa banyak orang yang meninggal dunia di rumah sakit. Termasuk mertua laki-laki saya sendiri.
Jika di sinetron, dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi dan menemui keluarga pasien, akan mengatakan seperti ini, “Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Tuhan berkehendak lain. Saya permisi dulu.”
Lalu, sudah bisa ditebak, keluarga pasien akan berteriak, menangis, menjerit, dan semacam, lah. Dokter di sinetron itu sudah pergi. Kalimatnya adalah template yang diulang-ulang, jadi sudah tidak perlu lagi dihafal.
Nah, agar para tenaga kesehatan bisa semakin joss, tanpa harus minum minuman berenergi tetapi banyak gulanya itu, maka yang dibutuhkan adalah keikhlasan bekerja karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sejak dari rumahnya, para tenaga kesehatan itu mestilah berniat ikhlas karena Allah, bekerja mencari nafkah, bekerja melayani orang, bekerja menolong orang, tidak semata-mata karena mengharapkan gaji atau honor semata.
Semangat ikhlas ini perlu ditumbuhkan sejak awal karena kerjanya terhitung berat. Membutuhkan fisik, konsentrasi, perhatian, dan kewaspadaan yang tinggi. Bila semuanya tidak ikhlas, alangkah sia-sianya. Alangkah ruginya.
Sudah capek, mengeluh, menggerutu, dan akhirnya mengomel sendiri. Apa yang mau didapatkan dari hal seperti itu? Tidak ada gunanya bukan?
Jadi, lebih baik berusaha untuk ikhlas bekerja dan semata-mata mengharap wajah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Pada dasarnya, setiap tenaga kesehatan yang bekerja semaksimal mungkin, begitu pula para pekerja lain, pekerjaannya dilihat oleh Allah. Sebagaimana dalil berikut ini dalam Surat At Taubah ayat 105:
وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ
Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Terima kasih para tenaga kesehatan di negeri ini. Semoga segala pekerjaan, pengorbanan, dan dedikasi semunya dibalas oleh Allah dengan sebaik-baik balasan. Aamiin ya rabbal ‘alamin.
Sumber:
https://www.pa-sungairaya.go.id/wp/hadits-keutamaan-bekerja-dengan-baik-sungguh-sungguh-dan-profesional/