Dag, dig, dug! Begitulah yang mungkin dirasakan oleh seseorang yang akan mendapatkan jodohnya. Begitu lama dinantikan, kini hampir di tangan. Namun, yang satu ini, bukan tentang jodoh yang itu, melainkan yang ini. Lho, apa itu?
Dag, dig, dug yang dirasakan ini adalah tentang masalah tempat. Dewan Pengurus Daerah (DPD) Wahdah Islamiyah (WI) Bombana bersama Muslimah Wahdah Daerah (MWD) Bombana berencana untuk mengadakan kegiatan bersama. Sebelumnya bernama Rihlah Akbar dan saya sendiri malah mengartikannya dengan Rihlah Bersama Ustaz Akbar.
Namun, melihat dinamika yang ada, dari hasil musyawarah selanjutnya, disepakati nama kegiatan berubah menjadi Family Gathering. Tema yang diusung bukan tema template khas zaman dulu, “Dengan – nama kegiatan – kita tingkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT”.
Tema kegiatan ini adalah Kebersamaan adalah Hadiah Terindah. Meskipun kalimat temanya terkesan belum selesai, tetapi itulah yang menjadi keputusan musyawarah.
Gonjang-ganjing
Sempat terjadi polemik, tempat Family Gathering ini di mana? Rencana awalnya adalah Pantai Tabako. Salah seorang ikhwan, Hamzah, bertugas untuk survei tempat, pada Ahad pagi (22/6/2025), waktu dimulainya Family Gathering.
Ternyata, dari hasil survei. didapatkan hasil sebagai berikut, silakan bisa langsung diputar videonya:
Berdasarkan penuturan masyarakat setempat, didapatkan hasil wawancara, juga berbentuk video:
Melihat kondisi yang ada, serta mepetnya waktu, maka diputuskan dalam grup Whatsapp panitia, tempatnya adalah Pantai Rahwana, Desa Batusempe Indah, Kecamatan Mataoleo. Para peserta pun berangkat. Ada yang memakai mobil, sepeda motor, tetapi tidak ada yang mengendarai sepeda!
Dialog Seputar Keluarga
Jadwal yang sudah disusun oleh Seksi Acara telah dishare di grup. Dan, jadwalnya sebagai berikut:
Pada kesempatan pertama, adalah Dialog Keluarga Sakinah. Pematerinya adalah Ketua DPD WI Bombana langsung, Ustaz Akbar Jabba. Sedangkan moderatornya adalah saya sendiri. Ini menjadi kesempatan juga bagi saya setelah lama sekali tidak tampil di depan para ikhwah dan akhwat.
Awal penyampaian, Ustaz Akbar menyebutkan tentang nasihat sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu: Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu anhu kepada anaknya.
“Jika kamu mau sholat, maka perbaiki wudhumu. Setelah itu, sholatlah seakan-akan kamu tidak ada lagi sholat setelahnya.”
Lanjut beliau, “Jangan bersikap rakus dengan dunia karena itu kemiskinan yang nyata. Hendaklah kamu tidak meminta maaf kepada orang lain, pikirkan dulu sebelum bertindak, pikirkan dampaknya kepada orang lain.”
Menurut Ustaz Akbar, ini bukanlah nasihat tentang tauhid. Karena kalau nasihat tauhid, pasti para sahabat sudah mengajarkan kepada anak-anaknya. Ini adalah nasihat untuk kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Anak dalam Islam
Pola yang sudah terbangun, yaitu: anak sudah belajar di sekolah Islam, hendaknya menurut Ustaz Akbar, “Anak sudah sekolah Islam, tetapi jangan dilepas begitu saja. Yang paling penting adalah orang tua yang mengajari anak.”
Bagaimana seandainya ada orang tua yang keras terhadap anak dalam pola pendidikannya? Ujar Ustaz Akbar lagi, “Keras terhadap anak seringnya bukan perkara sholat, tetapi perkara duniawi.”
Agar bisa khusyuk dalam sholat, hati memang harus hadir. Bagaimana caranya? Beliau menjelaskan, “Sebab hati hadir ketika sholat adalah memahami bacaan sholat.”
Lebih jauh, beliau memberikan gambaran, “Ada yang mau saya fokuskan, yaitu: ikhwah bisa berbahasa Arab. Kita ini sudah mengaji, tarbiyah, hadir taklim, tetapi belum bisa bahasa Arab.”
Jangan Rakus dengan Dunia
Rakus atau tamak adalah dua kata yang hampir sama maknanya. Ustaz yang berasal dari Bone ini melanjutkan pemaparannya, “Tamak terhadap dunia artinya menghabiskan waktunya untuk dunia. Ini tidak hanya untuk orang yang banyak hartanya, tetapi orang miskin juga bisa.”
Sementara tentang kezaliman, Ustaz Akbar tentu saja menyarankan untuk dihindari. Nah, mulai masuk ke dunia rumah tangga. Lebih tepatnya membahas tentang perhiasan, “Penampakan perhiasan zaman ini tidak seperti zaman dulu. Sekarang tampak semua. Bahkan yang pakai jilbab pun terlihat perhiasannya.”
Terakhir, sebelum masuk sesi diskusi, Ustaz Akbar mengatakan, “Tidak ada masalah seorang suami beli pembalut.”
Hal itu sebagai tanda sayangnya suami kepada istrinya. Bagaimana dengan sesi diskusi atau tanya jawabnya? Mari kita masuk ke subjudul berikutnya.
Empat Penanya
Sebagai moderator, saya kira tidak langsung ada pertanyaan. Ternyata, sudah ada empat ikhwah yang mengacungkan tangan. Hampir bersamaan mereka mengacungkan tangan, makanya saya meminta pakai hompimpah saja. Tentu saja, itu cuma bercanda. Namun, akhirnya, saya memberikan kesempatan pertama kepada Asmar Jaya.
“Saya ingin bertanya Ustaz, bagaimana suami ingin memberikan hadiah, tetapi gaji dipegang istri?”
Pertanyaan kedua datang dari Hamzah, “Mode bicara seorang istri itu seperti apa? Ada yang besar suaranya, ada juga yang kecil.”
Penanya ketiga adalah Pak Basran, “Saya tidak bawa keluarga karena anak masih kecil. Saya ingin bertanya tentang Bahasa Arab. Permasalahannya pelajaran Bahasa Arab tidak istiqomah, baik pengajarnya maupun muridnya.”
Sedangkan, penanya terakhir untuk sesi pertama adalah dari pimpinan Pondok Pesantren Al-Wahdah Bombana, Ustaz Aidil Musakar. “Terkait muamalah, batasan-batasannya seperti apa sebagai ikhwah dalam berkomunikasi dengan akhwat? Kadang ketika harus berdiskusi juga lewat grup maupun japri.”
Setelah menerima mikropon dari penanya terakhir, saya mempersilakan Ustaz Akbar untuk menjawabnya, meskipun sebelumnya saya bertanya kepada beliau, “Ini mau dijawab, Ustaz?” Beberapa hadirin tampak tertawa.
Untuk pertanyaan pertama, Ustaz Akbar menjawab, “Tidak ada kewajiban suami menyerahkan semua uang kepada istri. Istri juga tidak boleh menagih semua uang dari suami. Jika kondisinya semua uang dipegang istri, maka suami meminta kepada istri dengan alasan ada yang mau dibeli.”
Jawaban kedua, “Akhwat itu mestinya suaranya kencang kepada laki-laki yang bukan mahrom, tetapi rendah kepada suaminya. Ada memang akhwat yang suaranya keras dari sananya. Dalam grup, tidak boleh bercanda kelewatan. Kalau ada apa-apa, kita menyuruh istri untuk menyampaikan ke istrinya orang lain. Kalau mau menjapri, tanyakan dalam diri, apakah betul-betul murni terhindar dari fitnah? Akhwat juga harus menjaga dirinya, begitu pula ikhwah.”
Adapun pertanyaan dari Pak Basran, dijawab oleh Ustaz Akbar, “Ya, memang itu permasalahannya dalam belajar Bahasa Arab. Saya sendiri kalau mengajar, tetapi yang datang cuma sedikit, juga tidak semangat.”
Selesai sesi diskusi dari para ikhwah, giliran para akhwat. Saya bertanya dengan nada bercanda kepada istri saya di belakang mobil yang dipakai sebagai hijab, “Bagaimana Umminya Raihan? Aman toh?” Hampir saja saya mengucapkan, “Aman toh, Sayang?” Namun, pastinya akan jadi geger forum yang sersan alias serius, tetapi santai itu.
Eh, baru saja saya bertanya begitu, istri saya yang justru langsung bertanya. Ini yang sama sekali tidak terduga. Namun, istri saya bukan bertanya, melainkan memberikan saran agar dalam tarbiyahnya juga berbicara seputar keluarga. Alhamdulillah, tidak bertanya yang lebih rumit daripada itu.
Pertanyaan kedua datang dari Ummu Nia, istri Ustaz Jamuddin. Tanpa menyebutkan nama, sudah diketahui bersama dari nada suaranya. Beliau bertanya tips dan kiat pasangan suami istri yang sudah menikah lama, tetapi rasanya hambar.
“Bagaimana agar seperti pasangan baru lagi? Agar suami tidak berpikir untuk selingkuh. Kalau suami sudah bicara tinggi, istri jadi ilfil. Bagaimana cara agar suami bicaranya lembut dan tidak bikin istri ilfil?”
Ketika kesempatan sudah diberikan kepada saya, lalu saya bertanya kepada Ustaz Akbar, tentu saja ini hanya bercanda, “Ini saya yang jawab atau kita, Ustaz?” Beberapa ikhwah tampak tertawa kecil lagi.
Ustaz Akbar pun menjawab, “Kurangnya kemesraan di dalam rumah itu karena suami. Solusinya dengan check-in di hotel. Kemesraan suami dan istri dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan Aisyah radhiyallahu anha. Nabi lomba lari dengan Aisyah. Ketika Aisyah masih muda, Nabi dikalahkan. Namun, ketika sudah tua dan Aisyah sudah gemuk, maka Nabi yang menang. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga meninggal di pangkuan Aisyah.”
Tips berikutnya dari Ustaz Akbar kaitannya dengan menambah kemesraan suami istri adalah dengan umrah bersama. Lanjut beliau, “Istri harus memahami suami ketika tidak mood. Suami juga perlu introspeksi, istri yang habis emosi, jangan langsung (berhubungan suami istri). Suami sudah minta maaf, tetapi butuh waktu untuk meredakan.”
Akhir sesi alias acara dialog sudah saya tutup, maka berfoto bersama ikhwah DPD WI Bombana. Dan, inilah hasil dokumentasinya:
Mulai Permainan Menguji Kekompakan
Usai Dialog Keluarga Sakinah, masing-masing ikhwah mengambil nomor dari sebuah gelas plastik. Ini mirip dengan arisan. Ada empat nomor, 1-4. Tidak ada nomor 5, apalagi 100!
Bagi yang mendapatkan nomor 1, berkumpul dengan sesama nomor 1. Begitu seterusnya sampai nomor 4. Saya sendiri di nomor 4. Tiap kelompok diberi nama dengan nama sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Permainan pertama, masing-masing anggota kelompok saling membelakangi dan membentuk lingkaran. Kedua lengan dikaitkan satu sama lain. Para peserta harus berjalan atau berlari beriringan juga bisa dari garis start hingga garis setengah finis, lalu kembali lagi ke garis start. Bagi yang tercepat kembali ke garis start, maka mereka yang menang. Ada kelompok yang anggotanya terjatuh, meskipun di awal sudah unggul. Kakinya tersangkut entah karena apa?
Lanjut ke permainan selanjutnya, kali ini saling berharapan dan memegang tangan. Pada tengah kelompok, ada sebuah balon. Para peserta diharuskan untuk berjalan atau boleh juga berlari kecil sambil melambungkan balon tersebut. Syaratnya, balon tidak boleh keluar dari lingkaran kelompok. Ini cukup sulit, karena harus berjalan, sedangkan balon, tahu sendirilah, dia suka terbang sendiri.
Permainan terakhir, anggota kelompok berbaring di tanah. Dari depan sampai belakang. Kepala anggota kelompok yang di depan, berada dekat dengan kedua kaki anggota di belakangnya.
Kali ini, permainannya mirip dengan olahraga sit-up. Dari depan menjulurkan sebuah gelas plastik dengan dua tangan. Bagi yang menerimanya, harus duduk, lalu berbaring untuk menyerahkan kepada temannya di belakang. Orang yang paling belakang menyusun gelas secara terbalik. Tidak boleh terguling.
Pemenangnya adalah yang paling cepat menyusunnya secara terbalik tersebut. Permainan ini cukup seru meskipun dengan konsekuensi baju dan celana jadi kotor.
Dan, permainan terakhir adalah baku lempar bola pingpong warna kuning. Kalau cuma lemparan biasa, itu gampang. Yang membuatnya sulit adalah masing-masing anggota kelompok memegang gelas plastik.
Bola harus dilemparkan dari depan ke belakang dan tidak boleh keluar dari gelas plastik itu. Bagi yang jatuh bolanya, harus mengulangi dari depan kembali.
Untuk permainan yang terakhir ini, kelompok saya berhasil di urutan pertama. Sama sekali tidak ada bola yang terjatuh. Alhamdulillah, berhasil juga jadi juara satu, meskipun tidak menjadi juara umum untuk semua perlombaan.
Futsal dan Panahan
Dua permainan terakhir sebelum masuk waktu sholat Dzuhur, yaitu: panahan dan futsal. Kalau untuk panahan, mengambil tempat yang cukup aman. Tentu saja, ini untuk menghindari panah kena orang, maupun hilang melesat dan sulit ditemukan.
Sedangkan untuk futsal, bisa disimak di dua video di bawah ini, ya!
Kalau yang dua permainan ini, tidak semuanya diikuti oleh para peserta permainan sebelumnya. Beberapa ada yang duduk-duduk di gazebo, beberapa makan snack yang dibawa, beberapa mulai masuk ke dalam air laut. Tidak sabar untuk segera mandi.
Sebenarnya Pulang Sebelum Waktunya
Sesuai dengan rundown atau jadwal hasil musyawarah, pulang setelah Ashar. Namun, melihat kondisi fisik para ikhwah dan akhwat, terutama akhwat, maka mereka bersiap-siap pulang setelah makan siang dan sholat Dzuhur.
Begitupun dengan para ikhwah, mereka juga menyusul pulang. Jadi, rombongan sudah meninggalkan lokasi antara pukul 14.00 sampai dengan 14.30 WITA.